KAMPANYE
DUNIA MAYA ATAU INTERNET...!!!
tahun
lalu 2014 ini merupakan tahun Politik, kenapa dikatakan sebagai tahun politik,
karena tahun ini seluruh elemen Parpol atau partai Politik yang lolos pemilu 2014
mempersiapkan diri untuk menjadi yang terbaik dimata para wajib pilih di
seluruh tanah air. Segala macam cara dilakukan oleh kalangan parpol peserta
pemilu 2014 untuk mensosialisasikan diri memperkenalkan program programnya
kepada
masyarakat, dengan tujuan agar dikenal dan dipilih oleh masyarakat pemilihan
Kampanye kampanye yang lazim digunakan oleh parpol adalah dengan gaya kampanye konvensional, yakni penyebaran pamplet dan sosialisasi lewat spanduk. Juga beriklan di media massa semisal di Surat Kabar, televisi dan radio. Berkampanye secara umum seperti diatas tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
kepada
masyarakat, dengan tujuan agar dikenal dan dipilih oleh masyarakat pemilihanKampanye kampanye yang lazim digunakan oleh parpol adalah dengan gaya kampanye konvensional, yakni penyebaran pamplet dan sosialisasi lewat spanduk. Juga beriklan di media massa semisal di Surat Kabar, televisi dan radio. Berkampanye secara umum seperti diatas tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Berkampanye
DUNIA MAYA ATAU INTERNET
Presiden
Obama, adalah salah satu contoh orang yang sukses memperkenalkan ide - idenya
di internet, para pemilih di USA kemudian menjadi "terbius" dan
memilih Obama sebagai presidennya, bahkan terpilih 2 periode masa jabatan, ya
karena itu tadi, salah satu faktor penentu keberhasilannya dalam berkampanye
atau mensosialisasikan diri lewat dunia maya.
Nah
kenapa kita sebagai orang Indonesia atau parpol Peserta pemilu 2014 tidak
menggunakan sarana Internet atau dunia maya sebagai sarana sebagai ajang
sosialisasi parpol atau caleg agar dikenal dan lantas dipilih oleh para voters
Indonesia.
Iklan kampanye partai politik di media sosial semacam Facebook, Twitter atau Youtube tidak diatur oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Apabila ada parpol atau calon anggota legislatif caleg yang mengiklan di media sosial maka tidak akan dianggap sebagai pelanggaran. Media sosial yang merupakan media berbasis internet adalah ruang maya yang sulit dikontrol oleh peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu. Sehingga sulit untuk merumuskan kriteria-kriteria yang dapat dianggap sebagai kampanye karena sifatnya adalah ruang interaksi sosial.
Iklan kampanye partai politik di media sosial semacam Facebook, Twitter atau Youtube tidak diatur oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Apabila ada parpol atau calon anggota legislatif caleg yang mengiklan di media sosial maka tidak akan dianggap sebagai pelanggaran. Media sosial yang merupakan media berbasis internet adalah ruang maya yang sulit dikontrol oleh peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu. Sehingga sulit untuk merumuskan kriteria-kriteria yang dapat dianggap sebagai kampanye karena sifatnya adalah ruang interaksi sosial.
Timbul
kemudian keraguan, karena di indonesia hanya kalangan menengah keatas yang bisa
mengakses webiste, padalah voters Indonesia kan kebanyakan rakyat awam. Ya
harus diakui bahwa Indonesia bukan USA, namun harus pula diakui, bahwa
masyarakat Indonesia Hampir di setiap keluarga pernah atau mengakses Internet
lho... Apakah masyarakat Indonesia sudah melek mengakses Internet via Laptop
???, ya tentu tidak semua, tapi Apakah masyarakat indonesia melek akan mahluk
Iinternet ini, yakni faceboook... yap faceboook sudah mendarah daging pada
semua kalangan di Indonesia, tanpa mengenal keadaan geografis. Bukankah
facebook tidak hanya diakses via PC atau laptop, ya facebook itu kebanyakan di
akses via Ponsel, dan ponsel-ponsel dengan harga murah pun punya fasilitas
berfacebook.
Jadi kesimpulannya buat para politikus dan pengurus Parpol serta para caleg yang akan mengadu nasib di ajang Pemilu 2014, sebaiknya menggunakan facebook untuk bersosialisasi, untuk berkampanye atau untuk memperkenalkan visi dan misinya agar dikenal masyarakat atau wajib pilih di Indonesia.
Salah satu cara ampuh untuk berkampanye via facebook, adalah membuat sebuah halaman facebook atau fan Page facebook. Halaman Facebook ini, bisa diakses via facebook seluler. Jadi baut anda para petinggi parpol peserta pemilu 2014, silahkan buat halaman facebook anda, dan jika sudah punya halaman facebook, silahkan perbanyak jumlah penggemar atau likers anda, sehingga Anda-lah yang menjadi dang pemenang nantinya. Halaman Facebook juga bidsa digunakan oleh para caleg untuk memperkenalkan diri pada voters Indonesia.
Jadi kesimpulannya buat para politikus dan pengurus Parpol serta para caleg yang akan mengadu nasib di ajang Pemilu 2014, sebaiknya menggunakan facebook untuk bersosialisasi, untuk berkampanye atau untuk memperkenalkan visi dan misinya agar dikenal masyarakat atau wajib pilih di Indonesia.
Salah satu cara ampuh untuk berkampanye via facebook, adalah membuat sebuah halaman facebook atau fan Page facebook. Halaman Facebook ini, bisa diakses via facebook seluler. Jadi baut anda para petinggi parpol peserta pemilu 2014, silahkan buat halaman facebook anda, dan jika sudah punya halaman facebook, silahkan perbanyak jumlah penggemar atau likers anda, sehingga Anda-lah yang menjadi dang pemenang nantinya. Halaman Facebook juga bidsa digunakan oleh para caleg untuk memperkenalkan diri pada voters Indonesia.
Tapi
apakah gampang untuk memperbanyak jumlah like fanpage facebook ?, tentu tidak
mudah jika pakai cara alami. Solusinya adalah mempergunakan Jasa tambah like
Halaman facebook. Kami Admin Kata Ilmu juga menawarkan jasa like fanpage untuk
fanpage atau halaman Parpol anda atau Fanpage Caleg di facebook. Kami menjamin
jasa kami adlaah jasa yang cukup berkualitas, karena dalam mengerjakan Halaman
atau fanpage facebook anda nantinya, tidak menggunakan Bot, atau dikerja secara
manual. yang tentu menghasilkan likers atau penggemar Asli manusia, bukan
likers bot dan asal likers adlaah orang Indonesia tentunya.
Pemilihan
di dunia nyata
Pemilihan Umum Legislatif
Pada 9 April 2014 akan
dilangsungkan Pemilu untuk memilih para anggota dewan perwakilan rakyat tingkat
nasional dan anggota dewan perwakilan rakyat tingkat daerah untuk 33[2]
provinsi dan 497 kabupaten/kota.
Di Indonesia,terdapat dua
lembaga legislatif nasional: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). DPR merupakan badan yang sudah ada yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen, dan DPD, yang dibentuk pada tahun
2004 adalah lembaga perwakilan jenis baru yang secara konstitusional dibentuk
melalui amandemen UUD sebagai pergerakan menuju bicameralism di
Indonesia. Akan tetapi, hanya DPR yang melaksanakan fungsi legislatif secara
penuh; DPD memiliki mandat yang lebih terbatas[3].
Gabungan kedua lembaga ini disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang
memiliki mandat yang sangat terbatas, mencakup langkah terakhir proses
pemakzulan presiden. Anggota DPR dan DPD dipilih untuk jangka waktu lima tahun. 

DPR
terdiri dari 560 anggota yang berasal dari 77 daerah pemilihan berwakil majemuk
(multi-member electoral districts) yang memiliki tiga sampai sepuluh
kursi per daerah pemilihan (tergantung populasi penduduk dapil terkait) yang
dipilih melalui sistem proporsional terbuka. Ambang batas legislatif sebesar
3,5 persen berlaku hanya untuk DPR dan tidak berlaku untuk DPRD. Tiap pemilih
akan menerima satu surat suara untuk pemilihan anggota DPR yang berisi semua
partai politik dan calon legislatif yang mencalonkan diri dalam daerah
pemilihan di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan paku,
mencoblos satu lubang pada nama kandidat atau gambar partai politik yang
dipilih, atau keduanya (jika pada sebuah suara terdapat dua lubang hasil
coblosan, gambar partai yang dicoblos haruslah partai yang mengusung kandidat
yang dicoblos, kalau tidak demikian maka surat suara tersebut akan dianggap
tidak sah).
DPD
memiliki 132 perwakilan, yang terdiri dari empat orang dari masing-masing provinsi
(dengan jumlah provinsi 33). Calon non-partai dari provinsi masing-masing
dipilih melalui sistem mayoritarian dengan varian distrik berwakil banyak (single
non-transferable vote, SNTV). Tiap pemilih menerima satu surat suara untuk
pemilihan anggota DPD yang berisi semua calon non-partai yang mencalonkan diri
di provinsi di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan
paku, mencoblos satu lubang pada nama kandidat yang dipilih. Empat kandidat
yang memperoleh suara terbanyak di tiap provinsi akan kemudian terpilih menjadi
anggota DPD.
DPRD Provinsi
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi) dipilih di 33 provinsi, masing masing
dengan jumlah 35 sampai 100 anggota, tergantung populasi penduduk provinsi yang
bersangkutan.
Untuk Pemilu 2014, di
tingkat provinsi terdapat 2.112 kursi yang diperebutkan dalam 259 daerah
pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi tergantung populasi.
497 DPRD Kabupaten/Kota, yang masing-masing terdiri atas 20 sampai 50 anggota
tergantung populasi penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan, dipilih di tiap
kabupaten/kota. Dalam pemerintahan daerah, di bawah tingkat provinsi terdapat
410 kabupaten (pada umumnya pedesaan) dan 98 kota (pada umumnya perkotaan), dan
497[4]
dari seluruh kabupaten/kota tersebut akan memilih anggota DPRD masing-masing
dalam Pemilu 2014. Untuk Pemilu Legislatif 2014, pada tingkat kabupaten/kota,
terdapat 16.895 kursi di 2.102 daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki
3 hingga 12 kursi.
Para anggota legislatif di
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota terpilih untuk menempuh masa
jabatan selama lima tahun, dimulai pada hari yang sama, melalui sistem
perwakilan proporsional terbuka yang sama dengan sistem DPR sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, namun tanpa penerapan ambang batas parlementer.
Dalam prakteknya, ini berarti bahwa tiap pemilih di Indonesia akan
menerima empat jenis surat suara yang berbeda pada tanggal 9 April 2014, yakni
surat suara DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota[5].
Alokasi Kursi DPR:
Pada Pemilu 2009, alokasi kursi untuk DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota merupakan proses rumit yang berujung pada kesalahan dan kemudian
revisi alokasi kursi yang cukup memalukan. Dalam UU Pemilu Legislatif yang saat
ini berlaku (UU 8/2012), proses alokasi kursi telah disederhanakan menjadi dua
tahap saja. Untuk menghitung alokasi kursi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan
pertama-tama menentukan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) bagi tiap daerah
pemilihan. BPP adalah jumlah suara sah yang diterima dalam sebuah daerah
pemilihan, dibagi dengan jumlah kursi yang tersedia bagi daerah pemilihan
tersebut. Sebuah partai politik mendapatkan satu kursi setiap kali jumlah suara
yang diperoleh partai tersebut mencapai BPP. Misalnya, jika BPP sebuah dapil
adalah 1500 dan partai A menerima 5000 suara, partai tersebut akan mendapatkan
tiga kursi dalam alokasi kursi tahap pertama. Kemudian, pada tahap kedua, kursi
yang tersisa di daerah pemilihan tersebut dialokasikan bagi partai politik
dengan sisa suara terbesar (sisa suara adalah total perolehan suara partai
dikurangi suara yang digunakan untuk mendapatkan kursi di penghitungan tahap
pertama). Misalnya: BPP dalam sebuah dapil dengan 5 kursi yang diperebutkan
oleh dua partai adalah 1500; Partai A memperoleh 5000 suara sehingga
mendapatkan tiga kursi di tahap pertama, dan Partai B memperoleh 2500 suara
sehingga mendapatkan satu kursi di tahap pertama; sisa suara Partai A adalah
500 dan sisa suara partai B adalah 1000; dengan demikian, karena sisa suaranya
lebih besar, Partai B mendapatkan satu kursi terakhir di alokasi kursi tahap
kedua ini. Jika ada dua partai atau lebih yang memiliki sisa suara sejumlah
sama besar untuk satu kursi yang tersisa, kursi tersebut akan didapatkan oleh
partai politik yang persebaran geografis perolehan suaranya lebih luas. Saat
jumlah kursi yang didapatkan oleh partai-partai politik sudah ditentukan, kursi
tersebut diisi oleh calon legislatif yang mencalonkan diri atas nama partai
terkait di daerah pemilihan yang dimaksud dan berhasil mendapatkan perolehan
suara terbanyak. Untuk 77 daerah pemilihan dalam Pemilu Anggota DPR, partai
politik yang perolehan suaranya tidak mencapai 3,5 persen suara sah tidak
diikutsertakan dalam proses alokasi kursi. Partai yang belum mencapai 3,5
persen suara sah dalam Pemilu Anggota DPR masih dapat mendapatkan kursi di DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Kuota Gender: Pada
Pemilu 2004, UU Pemilu menyarankan agar 30 persen dari daftar calon yang
diajukan masing-masing partai politik peserta pemilu adalah calon perempuan.
Dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004, 14 partai berhasil memenuhi kuota
yang disarankan, sehingga 11.6 persen anggota DPR terpilih dan 22 persen
anggota DPD terpilih adalah perempuan. Pada Pemilu Legislatif 2009, ketentuan
tentang kuota gender sedikit lebih ketat. Tiap partai politik peserta pemilu
diwajibkan untuk memiliki minimal 30 persen calon perempuan dalam daftar calon
yang diajukan dan harus ada setidaknya satu calon perempuan dalam setiap tiga
calon secara berurutan dari awal daftar (disebut juga sistem ‘ritsleting’ atau
‘zipper’). Jika ketentuan kuota minimal 30 persen calon perempuan ini
gagal dipenuhi, diterapkan sanksi administratif; akan tetapi, tidak ada sanksi
yang diterapkan jika gagal memenuhi sistem zipper. Pada Pemilu 2009, 101
orang (17,86 persen) anggota DPR terpilih adalah perempuan (saat ini hanya
terdapat 103 anggota DPR perempuan disebabkan oleh penggantian sementara
anggota legislatif). Untuk Pemilu 2014, UU 8/2012 mempertahankan diwajibkannya
kuota minimal 30 persen calon perempuan untuk daftar calon yang diajukan dan
satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar
calon. Kedua ketentuan ini sekarang memiliki ancaman sanksi jika gagal dipenuhi
– partai politik yang gagal memenuhi kuota tersebut akan dicabut haknya sebagai
peserta pemilu di daerah pemilihan di mana kuota tersebut gagal dipenuhi. Dalam
proses pendaftaran calon di KPU, semua partai politik peserta pemilu tingkat
nasional berhasil memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut. Daftar calon tetap
yang telah disusun berisi 2.465 calon perempuan, atau lebih sedikit dari 37
persen, dari total calon sebanyak 6.607 orang. Diharuskannya ada satu calon
perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar di surat
suara tidak menjamin keterwakilan perempuan, karena kursi yang berhasil
didapatkan oleh sebuah partai politik akan dialokasikan bagi calon dari partai
tersebut yang memperoleh suara terbanyak tanpa memperdulikan jenis kelamin
calon. Jika Partai A memenangkan tiga kursi dan tiga calon Partai A yang
memperoleh suara terbanyak semuanya laki-laki, Partai A tidak akan memiliki
wakil perempuan di daerah pemilihan tersebut.
Pemilihan Umum Presiden
Presiden adalah pemimpin
kekuasaan eksekutif dan dapat dipilih sebanyak-banyaknya dua kali untuk jangka
waktu masing-masing lima tahun. Sebuah partai politik atau koalisi partai
politik yang memenangkan 25 persen suara sah atau memperoleh paling sedikit 20
persen kursi DPR dapat mengajukan calon untuk pasangan Presiden dan Wakil
Presiden. Pemilihan umum Presiden diadakan setelah Pemilu legislatif guna
memastikan pemenuhan persyaratan diatas dalam mencalonkan diri menjadi
Presiden. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat. Presiden saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, terpilih untuk kedua dan
terakhir kalinya pada putaran pertama dalam pemilihan umum tahun 2009 dengan
perolehan 60,8 persen dari jumlah suara.
Pemilu Presiden akan
dilaksanakan pada awal bulan Juli 2014. Tanggal pastinya akan ditetapkan oleh
komisi pemilihan umum dalam waktu dekat. Jika seorang kandidat tidak mencapai
mayoritas absolut pada putaran pertama, putaran kedua antara dua kandidat yang
memperoleh suara terbanyak akan diselenggarakan pada bulan September 2014.
Pemilihan Umum Kepala Daerah
Struktur pemerintahan daerah
di Indonesia dibagi menjadi 34 provinsi yang terdiri atas 508 kabupaten
(pedesaan) dan kota (perkotaan), 6.994 kecamatan, dan 81.253 kelurahan
(perkotaan) dan desa (pedesaan).
Pemilihan umum daerah yang
resmi diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum disebut Pemilihan Umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Pemilukada. Pemilukada adalah pemilihan
umum terputus (staggered) untuk memilih kepala dan wakil kepala
eksekutif di 33 provinsi (kecuali Yogyakarta, lihat paragraf selanjutnya) dan
di 502 kabupaten/kota. Berbagai Pemilukada dilaksanakan setiap waktu, kecuali
pada tahun diselenggarakannya Pemilu Nasional. Di Indonesia, akan selalu ada
Pemilu atau Pemilukada yang berlangsung.
Lima provinsi memiliki
status khusus yang memungkinkan diberlakukannya berbagai variasi undang-undang
kepemiluan: Aceh atas penggunaan hukum syariah di tingkat lokal dan keberadaan
partai politik lokal, Yogyakarta sebagai sebuah kesultanan, Papua dan Papua
Barat sebagai daerah otonomi khusus, dan Jakarta sebagai daerah khusus ibukota.
Pada tahun 2012, pemerintah menetapkan undang-undang otonomi khusus bagi
Yogyakarta yang menetapkan Sultan Yogyakarta sebagai gubernur provinsi
tersebut.
Pemilukada Provinsi:
Kepala eksekutif sebuah provinsi adalah gubernur, dibantu oleh wakil gubernur.
Gubernur dan wakil gubernur dipilih sebagai pasangan untuk masa jabatan lima
tahun dengan mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada (50
persen untuk Jakarta). Jika mayoritas relatif ini tidak tercapai, putaran kedua
antara dua kandidat yang memperoleh suara terbesar akan diselenggarakan.
Pemilukada Kabupaten/Kota:
Kepala eksekutif sebuah kabupaten (daerah pedesaan) adalah Bupati, dan kepala
eksekutif sebuah kota (daerah perkotaan) adalah Walikota. Bupati atau Walikota,
beserta wakilnya, dipilih sebagai pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan
mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada. Pemilukada
Kabupaten/Kota kadang-kadang diselenggarakan serentak pada hari yang sama
dengan Pemilukada Provinsi, namun sering juga pada jadwal yang berbeda.
Penunjukan Camat:
Sub-divisi administratif dari 508 Kabupaten/Kota tersebut adalah kecamatan yang
totalnya berjumlah 6.994. Kepala Kecamatan (Camat) ditunjuk oleh
Bupati/Walikota di tingkat kabupaten/kota.
Penunjukan Lurah dan
Pemilukada Desa: Desa, dalam hierarki administratif, adalah
sub-bagian kecamatan, dan merupakan tingkat pemerintahan administratif terendah
di Indonesia. Di Indonesia, terdapat 8.309 kelurahan (di bawah kota) dan
72.944 desa (di bawah kabupaten[6]).
Kepala kelurahan, disebut Lurah, adalah pegawai negeri yang ditunjuk oleh
Camat. Berbeda dengan Lurah, Kepala Desa adalah warga negara yang secara
langsung dipilih oleh warga desa dalam pemilihan umum yang sifatnya informal
dan diorganisir secara lokal. Pemilihan umum ini dilaksanakan secara terputus
untuk masa jabatan enam tahun.
Partai Politik dan Kandidat
Indonesia menggunakan sistem
multi-partai. Menurut catatan Kementrian Hukum dan Hak Azasi, terdapat 73
partai politik yang terdaftar secara sah. UU 8/2012 mewajibkan masing-masing
partai politik untuk mengikuti proses pendaftaran dan verifikasi yang dilaksanakan
oleh KPU untuk mengikuti sebuah Pemilu. Pada Pemilu 2009, terdapat 38 partai
politik nasional dan enam partai politik Aceh yang bersaing hanya untuk daerah
Aceh. Sembilan partai politik mendapatkan kursi di DPR. Setelah Pemilu 2009,
sembilan partai politik ini mengamandemen undang-undang Pemilu Legislatif dan
menetapkan batas yang jauh lebih tinggi untuk mendaftarkan, berpartisipasi, dan
memenangkan pemilihan umum. Batas-batas ini, sangat tinggi bahkan kalau
diukur menggunakan norma-norma internasional, termasuk aturan bahwa partai
politik harus memiliki kantor cabang (yang sifatnya permanen) di 33 provinsi,
kantor cabang (yang sifatnya permanen) di setidaknya 75 persen kabupaten/kota
tiap provinsi, dan kantor cabang (tidak harus permanen) di setidaknya 50 persen
kecamatan dalam kabupaten/kota tersebut. Untuk Pemilu 2014, 46 partai politik
mendaftarkan diri, namun hanya dua belas partai politik nasional dan tiga
partai politik lokal (hanya boleh bersaing melawan parpol nasional di Aceh)
yang sukses melewati proses pendaftaran dan mendapatkan tempat di surat suara.
Berikut adalah dua belas partai tersebut berdasarkan nomor urut bersama
informasi mengenai jumlah suara yang diperoleh pada Pemilu 2009.
Penyelenggara Pemilihan Umum
KPU
Komisi Pemilihan Umum
Republik Indonesia (KPU) adalah lembaga independen yang bertanggung jawab untuk
menyelenggarakan pemilihan umum nasional dan lokal sebagaimana diamanatkan oleh
UUD 1945 dan Undang-Undang No. 15/2011. KPU saat ini terdiri dari 7 anggota
(enam laki-laki; satu perempuan) yang dipilih melalui proses seleksi yang ketat
dan kemudian dilantik oleh Presiden pada 12 April 2012 untuk jangka waktu lima
tahun. Ketua KPU, Husni Kamil Manik, terpilih untuk masa jabatan lima tahun
melalui pemungutan suara tertutup dalam rapat pleno yang pertama kali KPU
laksanakan setelah terpilih. Enam anggota lainnya adalah Ida Budhiati, Sigit
Pamungkas, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar Nafis Gumay, dan
Juri Ardiantoro.
Sekretariat KPU, dipimpin
oleh Sekretaris Jenderal, merupakan perpanjangan tangan eksekutif dari KPU yang
bertanggung jawab untuk administrasi organisasi di tingkat nasional. Sekretaris
Jenderal biasanya dicalonkan oleh KPU dan kemudian ditunjuk untuk jangka waktu
lima tahun oleh Presiden. Pada 1 Februari 2013, KPU menunjuk Arif Rahman Hakim
sebagai Sekretaris Jenderal yang baru. Sejak tahun 2007, KPU telah mampu
merekrut pegawai negeri sipil sebagai staf mereka, walaupun untuk saat ini
hanya terbatas pada jabatan rendah. Sebelum tahun 2007, sebagian besar stafnya
merupakan staf pindahan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan hingga
staf yang direkrut sendiri oleh KPU mencapai posisi yang cukup senior, KPU akan
tetap bergantung pada transfer dan pindahan seperti disebutkan untuk mengisi
jabatan tingkat menengah dan tingkat atas di Sekretariat Jenderal KPU.
Struktur KPU dan Sekretariat
provinsi mengikuti struktur di tingkat nasional: seluruh provinsi dan
kabupaten/kota hanya memiliki lima anggota[7].
KPU memiliki 13.915 staf di 531 kantor di seluruh Indonesia.
BAWASLU dan Penyelesaian
Sengketa Kepemiluan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengawasi agar gugatan terkait pemilu
ditujukan kepada badan yang tepat dan diselesaikan secara benar; secara umum,
pelanggaran bersifat kriminal dirujuk kepada polisi dan pengadilan biasa,
dan pelanggaran administrasi kepada KPU. UU 8/2012 tentang Pemilihan Umum
Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam segala sengketa
antara KPU dan peserta Pemilu. Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk
hal-hal terkait pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu.
Sengketa yang tidak berhasil diselesaikan melalui cara ini diajukan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan kemungkinan banding ke Mahkamah
Agung (MA), yang putusannya bersifat final dan mengikat. Pelanggaran kepemiluan
serius yang mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung kepada Mahkamah
Konstitusi. Walaupun peran seperti ini tidak biasanya diemban oleh sebuah
mahkamah konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang pada saat itu
dianggap memiliki kredibilitas tinggi berkontribusi besar dalam hasil positif
Pemilu 2009. Tindak kriminal kepemiluan dilaporkan kepada kepolisian dan
diperkarakan di Pengadilan Negara (PN), dengan kemungkinan banding ke
Pengadilan Tinggi Negara (PTN), yang putusannya bersifat final dan mengikat.
Ketentuan dalam UU 15/2011
mengatur bahwa Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang setara dan terpisah. Anggota
Bawaslu dipilih oleh komite seleksi yang sama dengan komite yang memilih
anggota KPU. Terdapat lima anggota tetap Bawaslu di tingkat nasional. Rekan
sejawat Bawaslu di tingkat provinsi, Bawaslu Provinsi, adalah lembaga yang
sekarang sudah bersifat permanen dan beranggotakan tiga orang. Turun dari
tingkat provinsi, keanggotaannya bersifat sementara dan terdiri atas tiga
anggota di tingkat provinsi, tiga di tingkat kabupaten/kota, tiga di tingkat
kecamatan dan satu pengawas lapangan di setiap kelurahan/desa. Badan pengawas
semacam ini adalah khas Indonesia karena di kebanyakan negara lainnya, fungsi
pengawasan dilaksanakan oleh komisi pemilihan umum.
UU 15/2011 juga menetapkan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP adalah dewan etika tingkat
nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau
laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU
atau Bawaslu. DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan anggota KPU dan
Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas seorang
perwakilan anggota KPU, seorang perwakilan anggota Bawaslu, dan lima pemimpin
masyarakat. Saat ini, anggota DKPP adalah H. Jimly Asshiddiqie (Ketua), Ida
Budhiati (KPU), Nelson Simanjuntak (Bawaslu), Abdul Bari Azed, Valina Singka
Subekti, Saut Hamonangan Sirait, dan Nur Hidayat Sardini. DKPP, sebuah jenis
lembaga penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas untuk
memastikan bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan
memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pemberhentian seorang anggota
komisi/badan pengawas. Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat.
- Situs Informasi Kepemiluan Indonesia: www.rumahpemilu.org
- Situs web KPU: http://www.kpu.go.id/
- Situs web Bawaslu: http://www.bawaslu.go.id/
- Portal Republik Indonesia: http://www.indonesia.go.id/en/
- Situs web Dewan Perwakilan Rakyat: http://dpr.go.id/
- Situs web DPD: www.dpd.go.id
- Situs web Mahkamah Konstitusi: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
- Jaringan Pengetahuan Kepemiluan ACE: http://www.aceproject.org/