Kamis, 12 November 2015

gambaran politik di dunia maya dan di dunia nyata

KAMPANYE DUNIA MAYA ATAU INTERNET...!!!
tahun lalu 2014 ini merupakan tahun Politik, kenapa dikatakan sebagai tahun politik, karena tahun ini seluruh elemen Parpol atau partai Politik yang lolos pemilu 2014 mempersiapkan diri untuk menjadi yang terbaik dimata para wajib pilih di seluruh tanah air. Segala macam cara dilakukan oleh kalangan parpol peserta pemilu 2014 untuk mensosialisasikan diri memperkenalkan program programnya AsneXv61Z7.jpgkepada masyarakat, dengan tujuan agar dikenal dan dipilih oleh masyarakat pemilihan
Kampanye kampanye yang lazim digunakan oleh parpol adalah dengan gaya kampanye konvensional, yakni penyebaran pamplet dan sosialisasi lewat spanduk. Juga beriklan di media massa semisal di Surat Kabar, televisi dan radio. Berkampanye secara umum seperti diatas tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Berkampanye DUNIA MAYA ATAU INTERNET
Presiden Obama, adalah salah satu contoh orang yang sukses memperkenalkan ide - idenya di internet, para pemilih di USA kemudian menjadi "terbius" dan memilih Obama sebagai presidennya, bahkan terpilih 2 periode masa jabatan, ya karena itu tadi, salah satu faktor penentu keberhasilannya dalam berkampanye atau mensosialisasikan diri lewat dunia maya.
Nah kenapa kita sebagai orang Indonesia atau parpol Peserta pemilu 2014 tidak menggunakan sarana Internet atau dunia maya sebagai sarana sebagai ajang sosialisasi parpol atau caleg agar dikenal dan lantas dipilih oleh para voters Indonesia.
Iklan kampanye partai politik di media sosial semacam Facebook, Twitter atau Youtube tidak diatur oleh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Apabila ada parpol atau calon anggota legislatif caleg yang mengiklan di media sosial maka tidak akan dianggap sebagai pelanggaran. Media sosial yang merupakan media berbasis internet adalah ruang maya yang sulit dikontrol oleh peraturan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu. Sehingga sulit untuk merumuskan kriteria-kriteria yang dapat dianggap sebagai kampanye karena sifatnya adalah ruang interaksi sosial.
Timbul kemudian keraguan, karena di indonesia hanya kalangan menengah keatas yang bisa mengakses webiste, padalah voters Indonesia kan kebanyakan rakyat awam. Ya harus diakui bahwa Indonesia bukan USA, namun harus pula diakui, bahwa masyarakat Indonesia Hampir di setiap keluarga pernah atau mengakses Internet lho... Apakah masyarakat Indonesia sudah melek mengakses Internet via Laptop ???, ya tentu tidak semua, tapi Apakah masyarakat indonesia melek akan mahluk Iinternet ini, yakni faceboook... yap faceboook sudah mendarah daging pada semua kalangan di Indonesia, tanpa mengenal keadaan geografis. Bukankah facebook tidak hanya diakses via PC atau laptop, ya facebook itu kebanyakan di akses via Ponsel, dan ponsel-ponsel dengan harga murah pun punya fasilitas berfacebook.
Jadi kesimpulannya buat para politikus dan pengurus Parpol serta para caleg yang akan mengadu nasib di ajang Pemilu 2014, sebaiknya menggunakan facebook untuk bersosialisasi, untuk berkampanye atau untuk memperkenalkan visi dan misinya agar dikenal masyarakat atau wajib pilih di Indonesia.
Salah satu cara ampuh untuk berkampanye via facebook, adalah membuat sebuah halaman facebook atau fan Page facebook. Halaman Facebook ini, bisa diakses via facebook seluler. Jadi baut anda para petinggi parpol peserta pemilu 2014, silahkan buat halaman facebook anda, dan jika sudah punya halaman facebook, silahkan perbanyak jumlah penggemar atau likers anda, sehingga Anda-lah yang menjadi dang pemenang nantinya. Halaman Facebook juga bidsa digunakan oleh para caleg untuk memperkenalkan diri pada voters Indonesia.
Tapi apakah gampang untuk memperbanyak jumlah like fanpage facebook ?, tentu tidak mudah jika pakai cara alami. Solusinya adalah mempergunakan Jasa tambah like Halaman facebook. Kami Admin Kata Ilmu juga menawarkan jasa like fanpage untuk fanpage atau halaman Parpol anda atau Fanpage Caleg di facebook. Kami menjamin jasa kami adlaah jasa yang cukup berkualitas, karena dalam mengerjakan Halaman atau fanpage facebook anda nantinya, tidak menggunakan Bot, atau dikerja secara manual. yang tentu menghasilkan likers atau penggemar Asli manusia, bukan likers bot dan asal likers adlaah orang Indonesia tentunya.
Pemilihan di dunia nyata
Pemilihan Umum Legislatif
Pada 9 April 2014 akan dilangsungkan Pemilu untuk memilih para anggota dewan perwakilan rakyat tingkat nasional dan anggota dewan perwakilan rakyat tingkat daerah untuk 33[2] provinsi dan 497 kabupaten/kota. 
Di Indonesia,terdapat dua lembaga legislatif nasional: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). DPR merupakan badan yang sudah ada yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen, dan DPD, yang dibentuk pada tahun 2004 adalah lembaga perwakilan jenis baru yang secara konstitusional dibentuk melalui amandemen UUD sebagai pergerakan menuju bicameralism di Indonesia. Akan tetapi, hanya DPR yang melaksanakan fungsi legislatif secara penuh; DPD memiliki mandat yang lebih terbatas[3]. Gabungan kedua lembaga ini disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang memiliki mandat yang sangat terbatas, mencakup langkah terakhir proses pemakzulan presiden. Anggota DPR dan DPD dipilih untuk jangka waktu lima tahun. pemilu6.jpeg
DPR terdiri dari 560 anggota yang berasal dari 77 daerah pemilihan berwakil majemuk (multi-member electoral districts) yang memiliki tiga sampai sepuluh kursi per daerah pemilihan (tergantung populasi penduduk dapil terkait) yang dipilih melalui sistem proporsional terbuka. Ambang batas legislatif sebesar 3,5 persen berlaku hanya untuk DPR dan tidak berlaku untuk DPRD. Tiap pemilih akan menerima satu surat suara untuk pemilihan anggota DPR yang berisi semua partai politik dan calon legislatif yang mencalonkan diri dalam daerah pemilihan di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan paku, mencoblos satu lubang pada nama kandidat atau gambar partai politik yang dipilih, atau keduanya (jika pada sebuah suara terdapat dua lubang hasil coblosan, gambar partai yang dicoblos haruslah partai yang mengusung kandidat yang dicoblos, kalau tidak demikian maka surat suara tersebut akan dianggap tidak sah).
DPD memiliki 132 perwakilan, yang terdiri dari empat orang dari masing-masing provinsi (dengan jumlah provinsi 33). Calon non-partai dari provinsi masing-masing dipilih melalui sistem mayoritarian dengan varian distrik berwakil banyak (single non-transferable vote, SNTV). Tiap pemilih menerima satu surat suara untuk pemilihan anggota DPD yang berisi semua calon non-partai yang mencalonkan diri di provinsi di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian, menggunakan paku, mencoblos satu lubang pada nama kandidat yang dipilih. Empat kandidat yang memperoleh suara terbanyak di tiap provinsi akan kemudian terpilih menjadi anggota DPD. 
DPRD Provinsi  (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi) dipilih di 33 provinsi, masing masing dengan jumlah 35 sampai 100 anggota, tergantung populasi penduduk provinsi yang bersangkutan.
Untuk Pemilu 2014, di tingkat provinsi terdapat 2.112 kursi yang diperebutkan dalam 259 daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi tergantung populasi. 497 DPRD Kabupaten/Kota, yang masing-masing terdiri atas 20 sampai 50 anggota tergantung populasi penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan, dipilih di tiap kabupaten/kota. Dalam pemerintahan daerah, di bawah tingkat provinsi terdapat 410 kabupaten (pada umumnya pedesaan) dan 98 kota (pada umumnya perkotaan), dan 497[4] dari seluruh kabupaten/kota tersebut akan memilih anggota DPRD masing-masing dalam Pemilu 2014. Untuk Pemilu Legislatif 2014, pada tingkat kabupaten/kota, terdapat 16.895 kursi di 2.102 daerah pemilihan berwakil majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi.
Para anggota legislatif di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota terpilih untuk menempuh masa jabatan selama lima tahun, dimulai pada hari yang sama, melalui sistem perwakilan proporsional terbuka yang sama dengan sistem DPR sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, namun tanpa penerapan ambang batas parlementer. Dalam  prakteknya, ini berarti bahwa tiap pemilih di Indonesia akan menerima empat jenis surat suara yang berbeda pada tanggal 9 April 2014, yakni surat suara DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota[5].
Alokasi Kursi DPR: Pada Pemilu 2009, alokasi kursi untuk DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota merupakan proses rumit yang berujung pada kesalahan dan kemudian revisi alokasi kursi yang cukup memalukan. Dalam UU Pemilu Legislatif yang saat ini berlaku (UU 8/2012), proses alokasi kursi telah disederhanakan menjadi dua tahap saja. Untuk menghitung alokasi kursi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan pertama-tama menentukan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) bagi tiap daerah pemilihan. BPP adalah jumlah suara sah yang diterima dalam sebuah daerah pemilihan, dibagi dengan jumlah kursi yang tersedia bagi daerah pemilihan tersebut. Sebuah partai politik mendapatkan satu kursi setiap kali jumlah suara yang diperoleh partai tersebut mencapai BPP. Misalnya, jika BPP sebuah dapil adalah 1500 dan partai A menerima 5000 suara, partai tersebut akan mendapatkan tiga kursi dalam alokasi kursi tahap pertama. Kemudian, pada tahap kedua, kursi yang tersisa di daerah pemilihan tersebut dialokasikan bagi partai politik dengan sisa suara terbesar (sisa suara adalah total perolehan suara partai dikurangi suara yang digunakan untuk mendapatkan kursi di penghitungan tahap pertama). Misalnya: BPP dalam sebuah dapil dengan 5 kursi yang diperebutkan oleh dua partai adalah 1500; Partai A memperoleh 5000 suara sehingga mendapatkan tiga kursi di tahap pertama, dan Partai B memperoleh 2500 suara sehingga mendapatkan satu kursi di tahap pertama; sisa suara Partai A adalah 500 dan sisa suara partai B adalah 1000; dengan demikian, karena sisa suaranya lebih besar, Partai B mendapatkan satu kursi terakhir di alokasi kursi tahap kedua ini. Jika ada dua partai atau lebih yang memiliki sisa suara sejumlah sama besar untuk satu kursi yang tersisa, kursi tersebut akan didapatkan oleh partai politik yang persebaran geografis perolehan suaranya lebih luas. Saat jumlah kursi yang didapatkan oleh partai-partai politik sudah ditentukan, kursi tersebut diisi oleh calon legislatif yang mencalonkan diri atas nama partai terkait di daerah pemilihan yang dimaksud dan berhasil mendapatkan perolehan suara terbanyak. Untuk 77 daerah pemilihan dalam Pemilu Anggota DPR, partai politik yang perolehan suaranya tidak mencapai 3,5 persen suara sah tidak diikutsertakan dalam proses alokasi kursi. Partai yang belum mencapai 3,5 persen suara sah dalam Pemilu Anggota DPR masih dapat mendapatkan kursi di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Kuota Gender: Pada Pemilu 2004, UU Pemilu menyarankan agar 30 persen dari daftar calon yang diajukan masing-masing partai politik peserta pemilu adalah calon perempuan. Dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004, 14 partai berhasil memenuhi kuota yang disarankan, sehingga 11.6 persen anggota DPR terpilih dan 22 persen anggota DPD terpilih adalah perempuan. Pada Pemilu Legislatif 2009, ketentuan tentang kuota gender sedikit lebih ketat. Tiap partai politik peserta pemilu diwajibkan untuk memiliki minimal 30 persen calon perempuan dalam daftar calon yang diajukan dan harus ada setidaknya satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar (disebut juga sistem ‘ritsleting’ atau ‘zipper’). Jika ketentuan kuota minimal 30 persen calon perempuan ini gagal dipenuhi, diterapkan sanksi administratif; akan tetapi, tidak ada sanksi yang diterapkan jika gagal memenuhi sistem zipper. Pada Pemilu 2009, 101 orang (17,86 persen) anggota DPR terpilih adalah perempuan (saat ini hanya terdapat 103 anggota DPR perempuan disebabkan oleh penggantian sementara anggota legislatif). Untuk Pemilu 2014, UU 8/2012 mempertahankan diwajibkannya kuota minimal 30 persen calon perempuan untuk daftar calon yang diajukan dan satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar calon. Kedua ketentuan ini sekarang memiliki ancaman sanksi jika gagal dipenuhi – partai politik yang gagal memenuhi kuota tersebut akan dicabut haknya sebagai peserta pemilu di daerah pemilihan di mana kuota tersebut gagal dipenuhi. Dalam proses pendaftaran calon di KPU, semua partai politik peserta pemilu tingkat nasional berhasil memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut. Daftar calon tetap yang telah disusun berisi 2.465 calon perempuan, atau lebih sedikit dari 37 persen, dari total calon sebanyak 6.607 orang. Diharuskannya ada satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar di surat suara tidak menjamin keterwakilan perempuan, karena kursi yang berhasil didapatkan oleh sebuah partai politik akan dialokasikan bagi calon dari partai tersebut yang memperoleh suara terbanyak tanpa memperdulikan jenis kelamin calon. Jika Partai A memenangkan tiga kursi dan tiga calon Partai A yang memperoleh suara terbanyak semuanya laki-laki, Partai A tidak akan memiliki wakil perempuan di daerah pemilihan tersebut.
Pemilihan Umum Presiden
Presiden adalah pemimpin kekuasaan eksekutif dan dapat dipilih sebanyak-banyaknya dua kali untuk jangka waktu masing-masing lima tahun. Sebuah partai politik atau koalisi partai politik yang memenangkan 25 persen suara sah atau memperoleh paling sedikit 20 persen  kursi DPR dapat mengajukan calon untuk pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan umum Presiden diadakan setelah Pemilu legislatif guna memastikan pemenuhan persyaratan diatas dalam mencalonkan diri menjadi Presiden. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, terpilih untuk kedua dan terakhir kalinya pada putaran pertama dalam pemilihan umum tahun 2009 dengan perolehan 60,8 persen dari jumlah suara.
Pemilu Presiden akan dilaksanakan pada awal bulan Juli 2014. Tanggal pastinya akan ditetapkan oleh komisi pemilihan umum dalam waktu dekat. Jika seorang kandidat tidak mencapai mayoritas absolut pada putaran pertama, putaran kedua antara dua kandidat yang memperoleh suara terbanyak akan diselenggarakan pada bulan September 2014.
Pemilihan Umum Kepala Daerah
Struktur pemerintahan daerah di Indonesia dibagi menjadi 34 provinsi yang terdiri atas 508 kabupaten (pedesaan) dan kota (perkotaan), 6.994 kecamatan, dan 81.253 kelurahan (perkotaan) dan desa (pedesaan).
Pemilihan umum daerah yang resmi diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum disebut Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Pemilukada. Pemilukada adalah pemilihan umum terputus (staggered) untuk memilih kepala dan wakil kepala eksekutif di 33 provinsi (kecuali Yogyakarta, lihat paragraf selanjutnya) dan di 502 kabupaten/kota. Berbagai Pemilukada dilaksanakan setiap waktu, kecuali pada tahun diselenggarakannya Pemilu Nasional. Di Indonesia, akan selalu ada Pemilu  atau Pemilukada yang berlangsung.
Lima provinsi memiliki status khusus yang memungkinkan diberlakukannya berbagai variasi undang-undang kepemiluan: Aceh atas penggunaan hukum syariah di tingkat lokal dan keberadaan partai politik lokal, Yogyakarta sebagai sebuah kesultanan, Papua dan Papua Barat sebagai daerah otonomi khusus, dan Jakarta sebagai daerah khusus ibukota. Pada tahun 2012, pemerintah menetapkan undang-undang otonomi khusus bagi Yogyakarta yang menetapkan Sultan Yogyakarta sebagai gubernur provinsi tersebut.
Pemilukada Provinsi: Kepala eksekutif sebuah provinsi adalah gubernur, dibantu oleh wakil gubernur. Gubernur dan wakil gubernur dipilih sebagai pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada (50 persen untuk Jakarta). Jika mayoritas relatif ini tidak tercapai, putaran kedua antara dua kandidat yang memperoleh suara terbesar akan diselenggarakan.
Pemilukada Kabupaten/Kota: Kepala eksekutif sebuah kabupaten (daerah pedesaan) adalah Bupati, dan kepala eksekutif sebuah kota (daerah perkotaan) adalah Walikota. Bupati atau Walikota, beserta wakilnya, dipilih sebagai pasangan untuk masa jabatan lima tahun dengan mayoritas relatif minimal 30 persen dari jumlah suara yang ada. Pemilukada Kabupaten/Kota kadang-kadang diselenggarakan serentak pada hari yang sama dengan Pemilukada Provinsi, namun sering juga pada jadwal yang berbeda. 
Penunjukan Camat: Sub-divisi administratif dari 508 Kabupaten/Kota tersebut adalah kecamatan yang totalnya berjumlah 6.994. Kepala Kecamatan (Camat) ditunjuk oleh Bupati/Walikota di tingkat kabupaten/kota.
Penunjukan Lurah dan Pemilukada Desa: Desa, dalam hierarki administratif, adalah sub-bagian kecamatan, dan merupakan tingkat pemerintahan administratif terendah di Indonesia. Di Indonesia, terdapat 8.309 kelurahan  (di bawah kota) dan 72.944 desa (di bawah kabupaten[6]). Kepala kelurahan, disebut Lurah, adalah pegawai negeri yang ditunjuk oleh Camat. Berbeda dengan Lurah, Kepala Desa adalah warga negara yang secara langsung dipilih oleh warga desa dalam pemilihan umum yang sifatnya informal dan diorganisir secara lokal. Pemilihan umum ini dilaksanakan secara terputus untuk masa jabatan enam tahun.
Partai Politik dan Kandidat
Indonesia menggunakan sistem multi-partai. Menurut catatan Kementrian Hukum dan Hak Azasi, terdapat 73 partai politik yang terdaftar secara sah. UU 8/2012 mewajibkan masing-masing partai politik untuk mengikuti proses pendaftaran dan verifikasi yang dilaksanakan oleh KPU untuk mengikuti sebuah Pemilu. Pada Pemilu 2009, terdapat 38 partai politik nasional dan enam partai politik Aceh yang bersaing hanya untuk daerah Aceh. Sembilan partai politik mendapatkan kursi di DPR. Setelah Pemilu 2009, sembilan partai politik ini mengamandemen undang-undang Pemilu Legislatif dan menetapkan batas yang jauh lebih tinggi untuk mendaftarkan, berpartisipasi, dan memenangkan pemilihan umum. Batas-batas ini, sangat tinggi bahkan kalau  diukur menggunakan norma-norma internasional, termasuk aturan bahwa partai politik harus memiliki kantor cabang (yang sifatnya permanen) di 33 provinsi, kantor cabang (yang sifatnya permanen) di setidaknya 75 persen kabupaten/kota tiap provinsi, dan kantor cabang (tidak harus permanen) di setidaknya 50 persen kecamatan dalam kabupaten/kota tersebut. Untuk Pemilu 2014, 46 partai politik mendaftarkan diri, namun hanya dua belas partai politik nasional dan tiga partai politik lokal (hanya boleh bersaing melawan parpol nasional di Aceh) yang sukses melewati proses pendaftaran dan mendapatkan tempat di surat suara. Berikut adalah dua belas partai tersebut berdasarkan nomor urut bersama informasi mengenai jumlah suara yang diperoleh pada Pemilu 2009.
Penyelenggara Pemilihan Umum
KPU
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) adalah lembaga independen yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasional dan lokal sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan Undang-Undang No. 15/2011. KPU saat ini terdiri dari 7 anggota (enam laki-laki; satu perempuan) yang dipilih melalui proses seleksi yang ketat dan kemudian dilantik oleh Presiden pada 12 April 2012 untuk jangka waktu lima tahun. Ketua KPU, Husni Kamil Manik, terpilih untuk masa jabatan lima tahun melalui pemungutan suara tertutup dalam rapat pleno yang pertama kali KPU laksanakan setelah terpilih. Enam anggota lainnya adalah Ida Budhiati, Sigit Pamungkas, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar Nafis Gumay, dan Juri Ardiantoro.
Sekretariat KPU, dipimpin oleh Sekretaris Jenderal, merupakan perpanjangan tangan eksekutif dari KPU yang bertanggung jawab untuk administrasi organisasi di tingkat nasional. Sekretaris Jenderal biasanya dicalonkan oleh KPU dan kemudian ditunjuk untuk jangka waktu lima tahun oleh Presiden. Pada 1 Februari 2013, KPU menunjuk Arif Rahman Hakim sebagai Sekretaris Jenderal yang baru. Sejak tahun 2007, KPU telah mampu merekrut pegawai negeri sipil sebagai staf mereka, walaupun untuk saat ini hanya terbatas pada jabatan rendah. Sebelum tahun 2007, sebagian besar stafnya merupakan staf pindahan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan hingga staf yang direkrut sendiri oleh KPU mencapai posisi yang cukup senior, KPU akan tetap bergantung pada transfer dan pindahan seperti disebutkan untuk mengisi jabatan tingkat menengah dan tingkat atas di Sekretariat Jenderal KPU.
Struktur KPU dan Sekretariat provinsi mengikuti struktur di tingkat nasional: seluruh provinsi dan kabupaten/kota hanya memiliki lima anggota[7]. KPU memiliki 13.915 staf di 531 kantor di seluruh Indonesia.
BAWASLU dan Penyelesaian Sengketa Kepemiluan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengawasi agar gugatan terkait pemilu ditujukan kepada badan yang tepat dan diselesaikan secara benar; secara umum, pelanggaran bersifat  kriminal dirujuk kepada polisi dan pengadilan biasa, dan pelanggaran  administrasi kepada KPU. UU 8/2012 tentang Pemilihan Umum Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam segala sengketa antara KPU dan peserta Pemilu. Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk hal-hal terkait pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu. Sengketa yang tidak berhasil diselesaikan melalui cara ini diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan kemungkinan banding ke Mahkamah Agung (MA), yang putusannya bersifat final dan mengikat. Pelanggaran kepemiluan serius yang mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung kepada Mahkamah Konstitusi. Walaupun peran seperti ini tidak biasanya diemban oleh sebuah mahkamah konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang pada saat itu dianggap memiliki kredibilitas tinggi berkontribusi besar dalam hasil positif Pemilu 2009. Tindak kriminal kepemiluan dilaporkan kepada kepolisian dan diperkarakan di Pengadilan Negara (PN), dengan kemungkinan banding ke Pengadilan Tinggi Negara (PTN), yang putusannya bersifat final dan mengikat.
Ketentuan dalam UU 15/2011 mengatur bahwa Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang setara dan terpisah. Anggota Bawaslu dipilih oleh komite seleksi yang sama dengan komite yang memilih anggota KPU. Terdapat lima anggota tetap Bawaslu di tingkat nasional. Rekan sejawat Bawaslu di tingkat provinsi, Bawaslu Provinsi, adalah lembaga yang sekarang sudah bersifat permanen dan beranggotakan tiga orang. Turun dari tingkat provinsi, keanggotaannya bersifat sementara dan terdiri atas tiga anggota di tingkat provinsi, tiga di tingkat kabupaten/kota, tiga di tingkat kecamatan dan satu pengawas lapangan di setiap kelurahan/desa. Badan pengawas semacam ini adalah khas Indonesia karena di kebanyakan negara lainnya, fungsi pengawasan dilaksanakan oleh komisi pemilihan umum.
UU 15/2011 juga menetapkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu. DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan anggota KPU dan Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas seorang perwakilan anggota KPU, seorang perwakilan anggota Bawaslu, dan lima pemimpin masyarakat. Saat ini, anggota DKPP adalah H. Jimly Asshiddiqie (Ketua), Ida Budhiati (KPU), Nelson Simanjuntak (Bawaslu), Abdul Bari Azed, Valina Singka Subekti, Saut Hamonangan Sirait, dan Nur Hidayat Sardini. DKPP, sebuah jenis lembaga penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas untuk memastikan bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pemberhentian seorang anggota komisi/badan pengawas. Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar